WELCOME TO MY MIKRO BLOGGING (ERI NURYAMAN), I HOPE WE CAN FIND NEW AND MORE KNOWLEDGE

Selasa, 28 Februari 2012

UN Bahasa Inggris SMK

Kisi-Kisi UN Bahasa Inggris SMK

1. LISTENING (Mendengarkan)
Memahami makna dalam wcana lisan interpersonal, transaksional dan teks fungsional pendek berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pekerjaan dan keprofesian.

Picture
  • Menentukan pernyataan lisan yang tepat tentang kegiatan yang sedang berlangsung di dalam ruangan (indoor)/di luar ruangan (outdoor) sesuai dengan gambar.
  • Menentukan pernyataan lisan yang tepat tentang lokasi suatu benda/posisi seseorang sesuai dengan gambar.
  • Menentu kan pernyataan lisan yang tepat tentang penampilan (ciri-ciri fisik) seseorang/deskripsi benda sesuai dengan gambar.
  • Menentukan pernyataan lisan yang tepat tentang keadaan/situasi di suatu tempat/gedung/wilayah, sesuai dengan gambar.
Questions/Statements-Response
  • Menentukan respons yang tepat terhadap pernyataan/ pertanyaan lisan yang berisi pemberian saran/ permohonan.
  • Menentukan respons yang tepat terhadap pernyataan/ pertanyaan lisan yang mendeskripsikan benda/ perbandingan suatu benda.
  • Menentukan respons yang tepat terhadap pernyataan/ pertanyaan lisan yang mengungkapkan kejadian/ peristiwa di koran/berita/kejadian yang dialami seseorang.
  • Menentukan respons yang tepat terhadap pernyataan/ pertanyaan lisan yang berisi pemberian arah atau lokasi suatu tempat/keberadaan seseorang yang diberikan.
Short Conversation
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dari percakapan lisan singkat tentang suatu kemungkinan/rencana.
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dari percakapan lisan singkat tentang kegiatan sehari-hari/di waktu lampau/di waktu akan datang.
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dari percakapan lisan singkat tentang pemesanan sesuatu/pemberitahuan tentang keadaan suatu barang.
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan/atau tersirat dari percakapan lisan singkat tentang suatu perbandingan/ pemilihan benda.
Short Talk (Monolog)
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dengan tepat dari monolog lisan singkat tentang proses pengerjaan/ pembuatan suatu barang/prosedur melakukan sesuatu.
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dengan tepat dari monolog lisan singkat tentang pengalaman kerja/kegiatan atau aktivitas di sekolah/pusat bisnis.
  • Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi rinci, tersurat dan atau tersirat dengan tepat dari monolog lisan singkat berbentuk pengumuman singkat/iklan.

2. Reading (Membaca)
Memahami makna dalam wacana tulis interpersonal, transaksional dan teks fungsional pendek berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pekerjaan dan keprofesian.


Incomplete Dialog
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi permohonan/pemberian saran.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi pelayanan tamu/percakapan di telepon/ percakapan pribadi.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog terkait dengan kejadian masa lampau/kejadian yang sedang berlangsung.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi undangan/pesan singkat.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi perijinan/pemberitahuan.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi keluhan/meminta/memberi bantuan.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi perintah/permohonan/saran.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi rencana/janji yang akan datang.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi pengandaian/pilihan tindakan.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi penyampaian rasa simpati/persetujuan.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi pemberian arah/lokasi suatu benda/tempat/posisi seseorang.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi uraian tentang kegiatan rutin/kegiatan masa lampau.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi pemesanan suatu barang/jasa.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang berisi uraian tentang suatu kemungkinan/ pendapat.
  • Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang terkait dengan kegiatan yang sedang berlangsung/ suatu rencana.
Error Recognition
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam kalimat yang menyatakan perbandingan benda/ orang.
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam kalimat yang menyatakan deskripsi benda/ tempat.
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam ungkapan yang berhubungan dengan penawaran/persuasi/permohonan.
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam kalimat yang menyatakan menyatakan deskripsi fisik seseorang (physical appearance)/ benda.
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam kalimat yang menyatakan pengandaian/ membuat pilihan.
  • Menentukan kata/frasa yang salah yang terdapat dalam kalimat yang menyatakan perasaan suka/ simpati.
Reading Comprehension
  • Menentukan pikiran utama paragraf/gambaran umum/informasi tertentu/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat/rujukan kata atau makna kata/frasa dalam surat bisnis/memo/pesan/e-mail.
  • Menentukan pikiran utama paragraf/gambaran umum/informasi tertentu/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat/rujukan kata atau makna kata/frasa dalam sebuah tabel/diagram/jadwal/grafik.
  • Menentukan pikiran utama paragraf/gambaran umum/informasi tertentu/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat/rujukan kata atau makna kata/frasa dalam teks berbentuk recount.
  • Menentukan pikiran utama paragraf/gambaran umum/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat, atau rujukan kata/frasa atau makna kata/frasa dalam sebuah teks procedure dalam bentuk a.l. manual/ resep/ petunjuk/instruksi.
  • Menentukan pikiran utama paragraf/gambaran umum/informasi tertentu/informasi rinci, tersurat dan atau tersirat atau rujukan kata/frasa atau makna kata/frasa dalam teks advertisement tentang sebuah benda/tempat/jasa.

Senin, 27 Februari 2012

Menggapai Ridha Allah SWT Melalui Berbakti Pada Orang Tua



Cara Menuju Ridha Allah SWT sangatlah banyak sekali apabila kita uraikan, karena berdasarka hadits Rasul semua perbuatan itu bisa dikatakan beribadaha yakni kalau sesuai dengan petujuk dan pengalamlan diri masing-msing individu. 

Allah SWT berfirman: Yang Artinya: "Tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia itu hanyalah untuk beribadah semata kepada Allah SWT tentunya".

Diantara Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla adalah melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
“Artinya : Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]

Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:
“Artinya : Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.
  • ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).

Sedangkan ’uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin. 
  • KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
“Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
“Artinya : Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]

3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya. 
Haditsnya sebagai berikut:

“Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”[4]

4. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya. 

5. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
  • BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
  1.  Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
  2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
  3. Membentak atau menghardik orang tua. 
  4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
  5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
  6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
  7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua. 
  8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
  9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
  10. Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
  11. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
  • BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
  1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita 
  2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua. 
  3.  Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua. 
  4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
  5. Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
  6. “Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”
  7. Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.
  • APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
  1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
  2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
  3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
  4. Membayarkan hutang-hutangnya.
  5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
  6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

*************MUNAJAT SEORANG HAMBA*********

Sesaat setelah rohku berpisah dengan jasad
Aku mulai menjalanai kehidupan yang baru,
Apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat yang memberikan salam kepadaku :
Wahai Anak Adam , engkaukah yang meninggalkan dunia
atau Dunia yang meninggalkan mu?
Wahai anak Adam engkaukah yang merengkuh dunia,
atau dunia yang merengkuhmu?
Wahai anak Adam Engkaukah yang mematikan dunia,
atau dunia yang mematikanmu?

Ketika jasadku digeletakkan menunggu untuk dimandikan,
Mampukah aku tegar menjawab pertanyaan-pertanyaan-
yang diajukan malaikat kepadaku:
Wahai anak Adam , dimanakah tubuhmu yang kuat itu,
mengapa kini engkau tidak berdaya?
Wahai anak Adam dimanakah lisanmu yang lantang dulu,
mengapa kini engkau terdiam?
Wahai anak Adam , dimanakah orang-orang yang mengasihimu,
mengapa kini mereka membiarkan mu tergeletak sendirian tanpa daya?

Sewaktu mayatku dibaringkan diatas kain kafan, siap dibungkus,
mampukah aku menuruti apa yang dikatakan malaikat :
Wahai Anak Adam bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa bekal!
Wahai anak Adam , pergilah dari rumahmu dan jangan kembali!
Wahai anak Adam , naikilah tandu yang tidak akan pernah
engkau nikmati lagi setelah itu!

Tatkala jenazahku dipikul diatas keranda,
sanggupkah aku bersikap anggun seperti seorang raja yang ditandu prajurit ,
ketika malaikat berseru kepadaku :
Wahai anak Adam , bahagialah engkau
apabila engkau termasuk orang-orang yang bertobat.
Wahai anak Adam , berbahagialah engkau
apabila selama didunia engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya
Wahai anak Adam , berbahagialah engkau
apabila yang menjadi teman abadimu dialam kubur adalah Ridha Allah,
celakalah engkau apabila teman abadimu Murka Allah.

Ketika aku dibaringkan untuk di Shalati,
akankah diriku mampu bersikap ‘manis’ tatkala malaikat berbisik ditelingaku :
Wahai anak Adam , semua perbuatan yang engkau lakukan akan engkau lihat kembali
Wahai anak Adam , apabila selama ini engkau tenggelam-
dalam amal shaleh maka bergembiralah
Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam
dalam kemaksiatan menuruti nafsu,
maka sambutlah penderitaan akibat keenggananmu mengabdi kepada_Nya!

Sewaktu jasadku berada ditepi kubur siap untuk diturunkan keliang Lahat, akankah lidahku kelu menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik lirih :
Wahai anak Adam , kedamaian apakah yang engkau bawa-
untuk menempati rumah cacing ini?
Wahai anak Adam cahaya apakah yang engkau bawa
untuk menempati rumah yang gelap ini?
Wahai anak Adam, siapakah temanmu yang engkau ajak
menemanimu dalam penantian panjang ini?

Tatkala aku sudah diletakkan di liang kubur,
masih mampukah aku tersenyum-
menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepadaku :
Wahai anak Adam , ketika berada dipunggungku engkau bergelak tawa,
kini setelah beraga diperutku apakah engkau akan tertawa juga?
Ataukah engkau akan menangis menyesali diri?
Wahai anak Adam , ketika berada di punggungku engkau bergembira ria ,
kini setelah berada di perutku apakah kegembiraan itu masih tersisa,
ataukah engkau akan tenggelam dalam duka nestapa?
Wahai anak Adam , ketika berada di punggungku engkau bersilat lidah,
masihkah kini engkau “bernyanyi”
ataukah engkau akan diam membisu seribu bahasa bergelut dengan penyesalan?

 __________
Refernces:
__________
 [1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

Selamatkanlah Wanita dan Para Istrimu



Pada masa modern ini, pembicaraan tentang wanita adalah termasuk pembicaraan yang telah menyita banyak waktu semua orang, dari kalangan intelektual maupun dari kalangan awam. Betapa tidak, kaum wanita dengan kelemahlembutannya dapat melakukan hal-hal spektakuler yang dapat mengguncangkan dunia. Dengan kelemahlembutannya itu ia dapat melahirkan tokoh-tokoh besar yang dapat membangun dunia. Namun dengan kelemah-lembutannya pulalah ia dapat menjadi penghancur dunia yang paling potensial.

Untuk mengetahui bagaimana semestinya posisi kaum wanita yang tepat maka kita perlu mengetahui bagaimana posisi kaum wanita di kalangan generasi terdahulu sebelum datangnya Islam.

Siapapun yang mencoba mempelajari kondisi kaum wanita sebelum Islam maka ia temukan hanyalah sekumpulan fakta yang tidak menggembirakan. Ia akan terheran-heran menyaksikan kondisi kaum wanita yang sangat berbeda antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, bahkan antara satu suku dengan suku yang lain. Di suatu bangsa ia melihat kaum wanita menjadi penguasa tertinggi, sementara pada bangsa yang lain mereka manjadi makhluq yang terhina dan dianggap aib bahkan dikubur hidup-hidup.

Allah berfirman tentang ratu Saba’: “Sesungguhnya aku (burung hud-hud) mendapati seorang ratu yang menguasai mereka dan ia dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (An-Naml: 23).



Sementara di belahan bumi lain, Allah menceritakan sisi yang berlawanan dari itu: “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh.” (At-Takwir: 8-9).

Itulah kondisi kaum wanita di masa jahiliyah; ibarat barang yang terhina dalam keluarga dan masyarakat, diperbudak oleh kaum pria. Hari kelahirannya adalah hari di mana semua wajah menjadi kecewa, dan tidak lama kemudian ia akan dikubur hidup-hidup dalam kubangan tanah yang digali oleh ayahnya sendiri. Inilah akibat dari jauhnya akal masyarakat dari cahaya wahyu. Inilah gambaran umat yang dilahirkan oleh berhalaisme dan dididik oleh para tukang sihir dan peramal.

Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu berkata: “bila engkau ingin melihat bagaimana kejahilan bangsa Arab terdahulu maka bacalah firman Allah Ta’ala:
“Sungguh merugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan tanpa ilmu.” (Al-An’am: 140)

Fahamlah kita bagaimana kejahiliyahan menenggelamkan masyarakat Arab saat itu ke dalam pojok-pojok kegelapan peradaban, hingga akhirnya terbitlah fajar Islam lalu terdengarlah di penjuru dunia untuk pertama kalinya:
”Dan para laki-laki beriman dan wanita yang beriman itu adalah wali (penolong) antara sebagian mereka kepada sebagaian yang lain.” (At-Taubah: 17).
Lalu bergaunglah firmanNya: “Dan para wanita itu mempunyai hak dan keseimbangan dengan kewajiban mereka secara ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228).

Dengan demikian Islam telah meletakkan dasar dan pondasi yang begitu kokoh untuk membangun pribadi wanita yang baru berdasarkan wahyu dari Dzat yang telah menciptakannya.
Dan pemuliaan Islam terhadap wanita tidak cukup sampai di sini, Islam bahkan telah menjadikan ibu sebagai orang yang lebih dihormati daripada seorang ayah.


قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَبُرُّ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبَاكَ. (رواه البخاري ومسلم).


Seorang pria bertanya: “Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku berbakti?” Beliau menjawab: ”Ibumu” Ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” kemudian ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa ? beliau menjawab: “Ibumu” kemudian ia bertanya lagi “lalu kepada siapa ?” barulah beliau berkata: “ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)



Islam telah meletakkan jalinan yang kuat dan kokoh untuk menjaga kaum wanita. Bila mereka berpegang padanya mereka akan selamat, sebaliknya bila mereka menyia-nyiakannya maka mereka akan sesat dan binasa. Jalinan itu adalah sifat “Al-Hasymah” (bersikap malu) dan “Al-Afaf” (menjaga kesucian) yang kemudian memberikan konsekwensi agar seorang wanita mengenakan hijab syar’i, tetap berdiam di rumah, dan menghindari percampurbauran dengan kaum pria; yang semuanya itu menjadikannya ibarat sebuah permata bernilai tinggi di kedalaman lautan yang tidak di jamah kecuali orang yang berhak untuk itu.


Islam memandang bahwa percampurbauran antara pria dan wanita (ikhthilath) sebagai sebuah bahaya yang sangat nyata, oleh karena itu Islam mencegahnya dan menggantinya dengan mensyariatkan pernikahan.



Ketahuilah bahwa musuh-musuh Islam telah mengetahui bagaimana nilai hijab syar’i dalam melindungi seorang muslimah, mereka juga faham perintah untuk “tinggal di rumah saja” memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga wanita muslimah, dalam menjaga kesucian dan kemuliaannya. Oleh karena itu, kita dapat melihat bagaimana mereka memerangi hijab muslimah tanpa ampun. Suatu waktu mereka menyebutnya sebagai sebuah kedzaliman dan kejahatan atas wanita., atau sebagai penghalang yang merintangi berkembangnya dunia ketiga, atau dikali lain mereka menyebutnya sebagai budaya Arab saja. Seiring dengan itu, mereka juga mendorong para wanita muslimah untuk keluar dari rumah-rumah yang telah melindungi mereka dengan alasan persamaan hak dan derajat antara pria dan wanita. Dan yang masih saja hangat sampai hari ini adalah sebuah ide sekuler yang berhasil ditanamkan oleh musuh-musuh Islam kedalam otak sebagian kaum muslimin; yaitu ide melakukan perombakan terhadap fiqh Islam yang katanya hanya berpihak pada kaum pria, sehingga lahirlah ide “Fiqh Perempuan”

Semua itu dilakukan oleh musuh-musuh Islam bukan karena mereka kasihan dan ingin menolong wanita muslimah atau karena cinta kepada kaum muslimin. Sekali-kali tidak, hal ini, karena kebencian yang terpendam dalam hati-hati mereka; “Beginilah kalian, kalian mencintai mereka padahal mereka sama sekali tidak mencintai kalian.” (Ali-Imran:119)

Siapapun di dunia ini yang memiliki akal sehat akan dapat melihat permusuhan yang amat nyata dari kaum Yahudi dan Nashrani khususnya kepada umat Islam. Semuanya dapat melihat dengan jelas bagaimana mereka selalu menjadikan wanita muslimah sebagai sasaran mereka. Bukankah kaum Yahudi telah memancangkan permusuhannya terhadap hijab sejak mereka mengatur siasat untuk merobek hijab seorang muslimah dan menampakkan auratnya di pasar Bani Qainuqa’??!.Dan hingga kinipun, permusuhan itu tetap membara, sebab mereka mengetahui bahwa rusaknya kaum wanita pertanda rusaknya tatanan masyarakat.

Namun sangat disayangkan, entah berapa banyak dari kaum muslimin yang menyerahkan diri mereka kepada tipu-daya mereka. Entah berapa banyak dari kaum muslimin yang turut serta membantu mereka memerangi hijab syar’i ini. Mereka inilah para korban “brain washing” yang dilancarkan oleh kaum kafir dalam berbagai aspek kehidupan.




Sesungguhnya istri-istri kita, saudari-saudari kita, dan putri-putri kita adalah bunga-bunga yang menghiasi taman kehidupan kita. Mereka adalah belahan hati kita semua. Namun hampir-hampir saja kita tidak lagi dapat merasakan keindahan bunga itu karena ada sebuah tiupan angin kencang yang sebentar lagi akan merenggutnya. Apakah anda sekalian mengetahui angin kencang apakah itu?.Ia adalah angin westernisasi yang mengajak mereka melepaskan hijabnya, yang mendorong mereka untuk bercampur baur dengan kaum pria dan membisiki mereka agar membuang rasa malu mereka untuk bercampur-baur dengan kaum. Angin kencang ini ditiupkan melalui lembaran-lembaran surat kabar dan majalah, melalui roman-roman percintaan, melalui siaran-siaran televisi dan radio atau media-media informasi lainnya .


Mereka telah mendorong kaum wanita mengubur sendiri dirinya hidup-hidup; bukan di dalam tanah, tetapi di dalam sifat ‘iffah mereka yang telah hilang, kedalam kehormatan mereka yang tercabik-cabik, dan kedalam kesucian mereka yang telah ternoda! lalu apakah gunanya hidup mereka setelah itu?

Mereka telah melakukan perbuatan yang lebih keji dari apa yang pernah terjadi di masa Jahiliyah dulu. Bagaimana anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dimasa itu akan mendapatkan Surga Allah, disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: اَلْمَوْؤُوْدَةُ فِي الْجَنَّةِ.
“Anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup itu di Surga.”

Namun di zaman ini, para wanita itulah yang mengubur dirinya sendiri hingga hilang rasa malu. Dan balasan untuk mereka pun begitu menakutkan, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda tentang wanita yang seperti ini:


وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا.


“Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang melenggak lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk onta, mereka itu tidak akan masuk Surga dan tidak mendapatkan baunya.” (HR. Muslim).



Oleh karenanya, kita yakini untuk menyerukan kepada para penanggung jawab kaum wanita, para bapak, para suami dan para saudara, kami mengingatkan para pemudi Islam agar mereka tidak mendengarkan tipuan-tipuan musuh-musuh anda yang selalu menampakkan indahnya hidup bercampur baur dengan kaum pria atas nama kebebasan, kemajuan dan kemoderenan. Karena bagi mereka yang penting dari diri anda hanyalah kenikmatan dan kelezatan sesaat. Nasehat kami kepada Anda adalah bahwa kunci perbaikan itu ada di tangan Anda semua. Jika Anda ingin, Anda dapat memperbaiki diri sendiri. Dan kebaikan Anda juga berarti kebaikan bagi ummat ini.

“Dan tinggallah kalian (para wanita) di dalam rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias seperti berhiasnya kaum jahiliyah pertama, dan tegakkanlah shalat, tuanaikanlah zakat, dan taatilah Allah beserta RasulNya.” (Al-Ahzab: 33).

Akhirnya, semoga wasiat ini dapat bermanfa’at dalam proses perbaikan terhadap ummat yang kian terpuruk ini. Semoga bagi kita sekalian dianugrahkan taufiq dan inayah untuk membangun kekuatan dan kejayaan ummat seperti sedia kala . Amin.



Kamis, 23 Februari 2012

Berdo'alah Dengan Baik dan Benar


Bismillahirahmanirrahiiiim

Doa adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Sebaiknya kita berdoa kepada Allah SWT setiap saat karena akan selalu didengar olehNya.

Doa merupakan prisai sekaligus senjata bagi kaum mukminin, yang bentengnya adalah doa dan senjatanya tangisan. Karena meyakini bahwa Rasulullah saw bersabda: “Doa adalah inti ibadah dan tidak ada seorang pun yang akan binasa bersama doa.” Biharul Anwar, 93: 300)

Dengan sabdanya tersebut Rasulullah saw menghimpun semua nilai ketinggian dan keagungan doa serta pengaruhnya ke dalam kehidupan.

Allah swt berfirman: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat/51: 56).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa tujuan kita diwujudkan dan dihidupkan di dunia tiada lain kecuali untuk beribadah kepada Allah swt. Sedangkan doa merupakan inti ibadah.

Allah swt berfirman:

“Berdoalah kepada-Ku pasti Kuperkenankan doamu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40: 60).

Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa doa adalah ibadah, dan menegaskan sebagai hal yang saling berlawanan: doa dan kesombongan. Yakni:

Pertama: Menggambarkan pribadi seorang hamba yang mengenal Tuhannya, mengenal dirinya sebagai hamba-Nya, dan menjalin hubungan kedekatan dengan Penciptanya.

Kedua: Menggambarkan sikap orang yang sombong, angkuh, keras kepala dank eras hati, ahli maksiat dan durhaka, yang jauh berbeda dengan pengenalan yang dirasakan oleh orang dalam sisi yang pertama.

Dengan makna tersebut menunjukkan bahwa orang yang menghina dan mengecilkan peranan doa dalam kehidupan, maka ia digolongkan pada bagian yang pertama. Orang yang sombong dan tidak mengenal dirinya. Padahal Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.”

Makna inilah yang dijelaskan oleh para kekasih Allah swt bahwa ibadah yang paling utama adalah doa. Karena tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan mengenal hak-hak Allah dan kekuasaan-Nya yang tak akan tertandingi oleh siapapun; untuk merendahkan diri di hadapan-Nya, karena meyakini bahwa segala kebutuhannya berada di tangan Allah Pemilik malakut langit dan bumi, yang apabila Dia memberi tak akan ada seorang pun yang mampu menghalangi, apabila Dia menahan tak akan ada seorang pun yang mampu memberinya, dan tak ada seorang pun yang kuasa menolak takdir-Nya kecuali Dia.

Tak ada ungkapan yang lebih jelas seperti makna yang diungkapkan di dalam doa. Karena doa menjadi wasilah untuk mengungkapkan rasa sedih dan duka, perasaan yang paling mendalam dan perjalanan batin, di waktu sekarang dan mendatang.

Dalam kondisi dan keadaan seperti itulah wujud ibadah paling nampak dan paling sempurna. Dan dalam kondisi itulah seorang hamba paling dicintai oleh Allah swt. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Amal yang paling dicintai oleh Allah azza wa jalla adalah doa.”

Jika Islam memperhatikan suatu persoalan tertentu, maka pasti atasnya ditetapkan adab adab dan syarat-syaratnya, agar manusia dapat memperoleh kesempurnaannya dan memetik hasilnya.

Demikian juga dalam halnya persoalan doa, Islam telah memperkenalkan kepada manusia adab-adabnya, agar mereka memperoleh hasilnya, merasakan kebahagiaan dan kesejukan batin saat menghadap kepada Allah swt sumber mata air kedamaian. Memperoleh keyakinan bahwa Dia Maha Mendengar dan Maha Mengijabah. Beradab dan bertatakrama yang baik dan sopan di hadapan-Nya sebagai seorang hamba yang membutuhkan-Nya, agar mendapat perhatian-Nya.

Islam juga memperkenalkan kepada manusia tentang syarat-syaratnya, agar mereka berdoa dengan doa yang benar, dan doanya berpengaruh pada harapan dan kehidupannya, cepat atau lambat, segera atau tetunda.


Hakikat Doa

Allah swt berfirman:

“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengijabah doa orang yang bedoa bila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka memenuhi (seruan)Ku dan hendaknya mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)

Kandungan makna ayat ini diungkapkan dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasa paling lembut. Allah swt menggunakan kata “Aku” tidak menggunakan kata “Dia” dan lainnya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah swt terhadap hamba-Nya yang berdoa.

Ungkapan kata “hamba-hamba-Ku” juga menunjukkan pada betapa besarnya perhatian Allah swt terhadap doa. Ayat ini tidak menggunakan kata penghubung dalam jawaban, yakni “Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku. sesungguhnya Aku adalah dekat”, ditambah menggunakan kata “Sesungguhnya” dan kata “qarib”. Ini menunjukkan bahwa ketika seorang hamba berdoa kepada-Nya, Allah sangat dekat dengannya, tetap dan selalu dekat dengannya.

Dalam hal ijabah, ayat ini menggunakan “fi’il mudhari’” (kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang dan mendatang). Ini menunjukan bahwa Allah sedang dan akan mengijabah doa hamba-Nya saat ia berdoa kepada-Nya.

Adapun maksudkan dengan kalimat “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku” yang nampak membatasi ijabah-Nya. Maksudnya adalah Allah swt Allah mengijabah doa hamba-Nya jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya dengan doa yang sebenarnya. Dan makna inilah yang juga dimaksudkan oleh firman-Nya:

“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)

Dalam ayat terdapat hal yang sangat penting dan mendalam, menginformasikan kepada kita tentang betapa pentingnya ijabah doa dan betapa besarnya perhatian Allah terhadap doa. Hal ini ditunjukkan oleh pengulangan tujuh kali kata “Aku”, dan ini hanya terjadi dalam ayat ini, tidak dalam ayat-ayat yang lain.

Doa artinya memanggil, memusatkan pandangan yang dipanggil kepada yang memanggil. Adapun kata “As-Sual” artinya bertanya atau memohon, yang tujuannya untuk mendatangkan sesuatu yang bermanfaat atau menghindarkan sesuatu yang berbahaya. Dengan permohonan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemohon setelah ia memusatkan perhatiannya, dan permohonannya menjadi puncak doa.

Sebagaiman telah kami jelaskan dalam pembahasan yang lain, bahwa ubudiyah artinya adalah mamlukiyah, sifat pemilikan. Maksudnya setiap pemilikan menunjukkan pada penghambaan manusia kepada Allah swt. Kepemilikan Allah berbeda dengan kepemilikan selain-Nya. Kepemilikan Allah adalah pemilikan yang mutlak dan sebenarnya, sedangkan kepemilikan selain-Nya bersifat nisbi, tidak sebenarnya.

Karena selain Allah tidak berhak menyandang kepemilikan yang bersifat mutlak. Apa saja yang dimiliki oleh hamba-Nya misalnya: isteri, anak, harta, kedudukan, dan lainnya. Juga dirinya, dan segala organ lahir dan batinnya. Semuanya akan kembali dan harus dikembalikan kepada Pemiliknya yang mutlak, yaitu Allah swt.

Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada kepemilikan selain Allah kecuali dengan izin-Nya, bahkan keberadaan hamba itu sendiri adalah milik-Nya. Sekiranya Allah tidak mengizinkan niscaya kita semua tidak akan ada. Hanya Dialah yang menjadikan kita memiliki pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan menentukan takdirnya.

Dari penjelasan ini menunjukkan kejelasan bahwa Allah swt mendinding di antara sesuatu dan dirinya, antara manusia dan setiap yang menemaninya: isteri, anak, teman, harta, kedudukan, kebenaran, dan lainnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa Allah swt lebih dekat kepada kita dari setiap yang dekat dengan kita. Hanya Dialah Yang Maha Dekat, dan kedekatan-Nya bersifat mutlak. Makna inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya:

“Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)

“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)

“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.” Al-Anfal: 24)

Pemilikan Allah terhadap hamba-Nya adalah pemilikan yang sebenarnya. Pemilikan inilah yang mengharuskan setiap perbuatannya harus sesuai dengan kehendak-Nya tanpa hijab. Ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Nya, menghilangkan penderitaannya, memenuhi kebutuhannya, dan lainnya. Karena kemutlakan kepemilikan-Nya, maka ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi semua takdir tanpa dibatasi oleh takdir yang lain, tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang yahudi:

“Sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu dan menentukan takdir-Nya, maka sempurnalah perkara-Nya, dan terlepaslah ikatan kendali pengaturan yang baru dari tangan-Nya dengan ketetapan yang Dia tetapkan atasnya, sehingga tidak ada lagi penghapusan, bada’ dan ijabah doa karena persoalannya telah selesai.”

Juga tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian ummat Islam: “Sesungguhnya Allah terlepas sama sekali dari setiap perbuatan hamba-Nya.” Ini adalah pernyataan orang-orangt Qadariyah yang oleh Rasulullah saw dinamakan Majusinya ummat ini. Yakni dalam hadisnya: “Qadariyah adalah majusinya ummat ini.”

Jadi, setiap sesuatu tidak akan pernah terlepas dari kepemilikan Allah, izin dan kehendak-Nya. Karena itu, tidak akan terjadi suatu kejadian tanpa izin dan kehendak-Nya walaupun kita juga harus berusaha dan berikhtiar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:

“Hai manusia, kamu yang butuh kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

Penjelasan itu menunjukkan bahwa setiap sesuatu diliputi oleh hukum, termasuk juga ijabahnya doa. Yakni ditentukan oleh sebab-sebab yang menyebabkan dan mengharuskan doa itu diijabah. Seorang hamba yang berdoa kepada Allah dengan tawadhu’, kerendahan hati, dan khusuk doanya akan menyebabkan ia dekat dengan-Nya dan kedekatan dengan-Nya menyebabkan doanya diijabah oleh-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku.”

(Disarikan dari Tafsir Al-Mizan tentang surat Al-Baqarah: 186)

Dari uraian Allamah Thabathaba’i tentang pembatasan ijabah doa menunjukkan pada Adab-adab berdoa, dan syarat-syarat ijabahnya suatu doa.

Syarat di Ijabahnya doa
  1. Husnudzon Billah
    Dari Abu Hurairoh, ia mengatakan, “Nabi saw. bersabda, ‘Allah swt berfirman; Aku sebagaimana sangka hamba-ku terhadap-Ku, Aku bersamanya bila ia mengingat-Ku. Dan jika dia mengingat-Ku di dalam hatinya, niscaya Aku mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku dalam keadaan banyak orang, niscaya Aku akan mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari mereka. Dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Dan jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta, niscaya Aku akan mendekatinya satu mil. Dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan tergesa-gesa’.” (H.R. Al Jama’ah)
  2. Memelihara perut dari yang haram
    Dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Ketika aku membacakan ayat ini, Rosulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, makanlah oleh kalian dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan baik.’ Maka Saad bin Abi Waqas berdiri seraya berkata, “Wahai Rosulullah, berdoalah engkau agar aku menjadi yang diijabah doa.’ Beliau menjawab, “Wahai Saad, bersihkanlah perutmu dari yang haram, niscaya engkau menjadi yang diijabah doa. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mencampakkan sesuap makanan yang haram ke dalam mulutnya, maka tidak akan diterima 40 hari. Dan siapa yang tubuhnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, neraka lebih pantas baginya’.” (H.R. Ath Thabrani)
  3. Merendahkan diri dan tidak dengan suara nyaring ketika berdoa
    Berdoalah kepada rabb-mu dengan merendah diri dan (dengan suara) perlahan-lahan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas (Q.S. Al A’rof: 55)
  4. Hati yang khusyu’ ketika berdoa dan optimis
    Dari Abu Hurairoh, ia berkata, Rosulullah SAW bersabda, “Berdoalah kamu kepada Allah dan yakinilah akan dikabulkan, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari orang yang hatinya lalai.” (H.R. At Tirmidzi)
  5. Sabar
    Demi sesungguhnya! Kami akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut (kepada musuh), dan (dengan merasai) kelaparan, dan (dengan berlakunya) kekurangan dari harta benda, dan jiwa serta hasil tanaman. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Q.S. Al Baqarah: 155)
  6. Tawakal
    Serta memberinya rezeki dari jalan yang tidak terlintas di hatinya. Dan (ingatlah), barangsiapa berserah diri bulat-bulat kepada Allah, maka Allah cukuplah baginya (untuk menolong dan menyelamatkannya). Sesungguhnya Allah tetap melakukan segala perkara yang dikehendaki-Nya. Allah pun telah menentukan kadar dan masa bagi berlakunya tiap-tiap sesuatu. (Q.S. Ath Tholaq: 3)
Penghalang di Ijabahnya doa
  1. Su’udzon Billah
  2. Meminta disegerakan dan memaksakan kehendak
    Dari Abu Hurairoh bahwasanya Rosulullah SAW telah bersabda, “Senantiasa akan diijabah bagi seorang diantara kamu, selama tidak memaksa disegerakan, yaitu berkata; Aku telah berdoa tetapi tidak diijabah.” (H.R. Ahmad)
  3. Memohon hal (Itsmun) Dosa
    Dari Nawas bin Sam’an Al Anshori, ia berkata, “Saya telah bertanya kepada Rosulullah SAW tentang Al Birru (Kebaikan) dan Al Itsmu (Dosa) beliau menjawab, ‘Al Birru itu adalah baik khuluq (batin/rohani). Adapun Al Itsmu adalah apa yang senantiasa beredar di dalam batinmu dan engkau takut akan muncul di mata orang-orang (diketahui)’.” (H.R. Ahmad)
  4. Memutuskan silaturrahim
  5. Mengisi perut dengan barang yang haram   

Tujuan Berdo’a / Berdoa
- Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT
- Agar selamat dunia akhirat
- Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk
  • Waktu-waktu yang tepat / mustajab untuk berdoa kepada Allah SWT
- Ketika membaca AlQuran
- Setelah Solat wajib
- Pada saat tengah malam setelah sholat tahajud
- Saat melaksanakan ibadah haji
- Saat berpuasa wajib dan sunah
  • Adab atau Tata cara Berdoa / berdo’a
- Menghadap ke Kiblat / Ka’bah
- Sebelum berdoa membaca basmalah, istighfar dan hamdalah. Kemudian diikuti salawa nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
- Mengangkat kedua telapak tangan sebelum berdoa dan mengusap muka dengan telapak tangan setelah doa.
- Melembutkan suara dan tenang saat berdoa
- khusyuk, ikhlas dan serius
- Berharap agar doanya diterima Allah SWT
- Berdoa berulang-ulang di lain waktu untuk menunjukkan keseriusan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT
- Setelah berdoa ditutup dengan salawat nabi dan pujian pada Allah SWT.

Mudah-mudah do'a kita Terkabul dan Mabrur. SEMOGA BERMANFAAT.
Penyusun,

Eri Nuryaman

Minggu, 19 Februari 2012

Bertaubat Kepada Allah Sesuai dengan Adab & Syaratnya



Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ayat-ayat ini bahwa rahmatNya, kebaikanNya, pengamananNya, dan semua nikmatNya hanyalah bisa didapati secara sempurna hingga bersambung dengan nikmat akhirat oleh orang yang bertaqwa dan beriman kepadaNya, taat kepada rasul-rasulNya istiqomah berada dalam syariatNya, dan bertaubat kepadaNya dari dosa-dosanya. Adapun orang yang berpaling dari taat kepada Allah, tidak mau melaksanakan hakNya, maka Allah sungguh telah mengancam dengan macam-macam siksaan dunia maupun akhirat. Dan Allah kadang mempercepat sebagian siksaan sesuai dengan tuntutan kebijksanaan Allah supaya menjadi contoh dan pelajaran bagi yang lain seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” [Al-An'aam : 44-45]

Oleh karena itu wahai kaum Muslimin, koreksilah dirimu, bertaubatlah kepada Rabb-mu, mintalah ampun padaNya, segeralah untuk taat kepadaNya, tinggalkanlah maksiat, tolong menolonglah didalam kebaikan dan taqwa, berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berbuat baik, bersikap adil-lah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Allah Ta’ala berfirman:

{ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا}

“Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” (QS. Al-An’am: 158)

Dan Allah juga berfirman:

{ إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً. وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa`: 17-18)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari -radhiallahu anhu- dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Allah -Azza wa Jalla- akan senantiasa membuka lebar-lebar tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan Allah senantiasa akan membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada malam hari, dan yang demikian terus berlaku hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim no. 2760)

Dari Abdullah bin Umar -radhiallahu anhuma- dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokan.” (HR. At-Tirmizi no. 1531, Ibnu Majah no. 3407, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1309)


Penjelasan ringkas:

Dalil-dalil di atas menunjukkan luasnya rahmat Allah tatkala Dia menerima taubat dari semua hamba-Nya kapan dan dimanapun, sepanjang malam dan siang sebelum terbitnya matahari dari sebelah barat.

Juga menunjukkan bahwa di antara sebab terbesar diterimanya taubat adalah tatkala taubat itu dikerjakan segera setelah melakukan dosa dan kesalahan. Dan dari hadits pembunuh 100 nyawa dipetik faidah bahwa termasuk dari kesempurnaan taubat adalah meninggalkan tempat dia berbuat maksiat agar dia tidak kembali lagi mengerjakan dosa tersebut akibat dorongan teman-teman yang jelek.

Juga menunjukkan bahwa ketika seseorang sudah bertaubat dari suatu dosa lalu dia mengulangi lagi dosa tersebut atau melakukan dosa yang lain setelahnya, maka taubatnya yang pertama tetap diterima (selama syarat-syaratnya terpenuhi), sementara dosa yang kedua atau dosa yang dia ulangi itu wajib atasnya untuk bertaubat kembali. Jadi, bukan syarat diterimanya taubat dia tidak boleh mengulangi dosa yang sama.
Adapun syarat diterimanya taubat yaitu :

1.      Ikhlas : artinya taubat pelaku dosa harus ikhlas, semata-mata karena Allah, bukan karena lainnya.

2.      Menyesal : atas dosa yang telah diperbuatnya.

3.      Meninggalkan sama-sekali maksiat yang telah dilakukannya.

4.      Tidak mengulangi : artinya seorang muslim harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.

5.      Istighfar : memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.

6.      Memenuhi hak bagi orang yang berhak, atau mereka melepaskan haknya tersebut.

7.      Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi  :

“Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seseorang hambanya selama belum
tercabut nyawanya.” (hadits hasan riwayat Turmudzi).



KEWAJIBAN BERTAUBAT KEPADA ALLAH DAN TUNDUK MERENDAHKAN DIRI PADA WAKTU TERKENA MUSIBAH


Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kebijaksanaan yang agung, hujjah yang jelas, ilmuNya yang meliputi segala sesuatu menguji hamba-hambaNya dengan kebahagiaan dan kesengsaraan, kesulitan dan kelonggaran, nikmat dan siksa untuk menguji kesabaran dan syukur mereka.

Maka barangsiapa yang bersabar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada waktu terkena musibah, mengadu kepadaNya akan dosa-dosanya kemudian berhenti darinya dan minta rahmat serta ampunanNya niscaya ia mendapat kebahagiaan yang sangat besar dan akan berkesudahan dengan akibat yang baik (khusnul khatimah).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitabNya yang agung.

“Artinya : Alif laam miim. Apakah menusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?  Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” [Al-Ankabut : 1-3]

Maksud fitnah pada ayat ini adalah ikhtibar, imtihan (ujian) sehingga jelaslah siapa yang benar siapa yang dusta, siapa yang bersabar dengan bersyukur. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar Dan rabbmu Maha Melihat” [Al-Furqan : 20]
“Artinya : Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu  dikembalikan” [Al-Anbiya : 35]
“Artinya : Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)” [Al-A'raf :168]

Maksud dari hasanat (yang baik-baik) adalah kenikmatan yang berupa kesuburan, kemewahan, kesehatan, kemuliaan, pertolongan di dalam melawan musuh dan selainnya.

Maksud dari sayyiat (yang buruk-buruk) adalah musibah-musibah seperti sakit, terjepit musuh, gempa bumi, angin, badai, banjir yang menyapu bersih dan menghancurkan, dan sebagainya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Alllah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” [Ar-Ruum : 41]
Artinya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kebaikan dan keburukan serta kerusakan yang nampak supaya manusia kembali kepada kebenaran, segera bertaubat dari hal-hal yang diharamkan Allah, dan segera taat kepada Allah dan rasulNya, karena kufur dan maksiat adalah sebab timbulnya segala musibah dan kejahatan di dunia dan akhirat.

Adapun tauhid (mengesakan Allah) beriman kepadaNya, dan kepada RasulNya, taat kepadaNya dan taat kepada rasulNya, berpegang teguh kepada syariatNya, mengingkari orang yang menyelisihinya itu adalah sebab memperoleh segala kebaikan di dunia dan akhirat, memperoleh ketetapan dalam kebaikannya, bisa saling nasehat-menasehati di dalamnya, bantu membantu di dalamnya menuju kemuliaan dunia akhirat, selamat dari segala hal yang tidak disukai, lepas dari segala fitnah, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” [Muhammad : 7]
“Artinya : Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” [Al-Hajj : 40-41]
“Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik” [An-Nuur : 55]
“Artinya : Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A'raaf ; 96]

Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan pada berbagai ayatNya bahwa umat-umat terdahulu yang terkena siksa, penghinaan, angin topan, angin yang dahsyat, suara yang menggelegar, dibenamkan ke dalam bumi, ditenggelamkan banjir, dan selainnya itu adalah dengan sebab kekafiran dan dosa mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil
dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” [Al-Ankabut : 40]
“Artinya : Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)” [Asy-Syuura : 30]

Dan dia memerintahkan hambaNya untuk bertaubat kepadaNya, merendahkan diriNya, pada waktu terkena musibah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai” [At-Tahrim : 8]
“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [An-Nuur : 31]
“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan)
kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada
Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan” [Al-An'aam : 42-43]

Pada ayat yang mulia ini ada tekanan dan dorongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hambaNya untuk tunduk merendahkan diri serta minta pertolongan kepadaNya tatkala mendapat musibah berupa sakit, luka, peperangan, gempa bumi, angin topan dan sebagainya.. Itulah yang dikandung oleh firmanNya Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka?” Kemudian Dia menerangkan bahwa kekerasan hati mereka dan usaha setan untuk menampakkan kebagusan kepada mereka dari pekerjaan jelek mereka, semua itu menghalangi mereka untuk bertaubat, tunduk dan minta ampun kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan” [Al-An'aam : 43]

Sungguh telah ada riwayat yang shahih dari khalifah Rasyidah amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz bahwa tatkala terjadi gempa bumi pada masanya beliau menulis surat kepada para pekerjanya di berbagai negara (daerah) dan memerintahkannya untuk menyuruh kaum muslimin agar bertaubat, tunduk dan minta ampun kepada Allah dari dosa-dosanya. Dan anda sungguh mengetahui wahai kaum muslimin akan cobaan-cobaan dan musibah-musibah yang terjadi pada zaman kita. Diantaranya adalah berkuasanya orang-orang kafir atas kaum muslimin di Afghanistan, Filipina, India, Palestina, Libanon, Ethiopia dan sebagainya. Diantaranya lagi adalah gempa bumi di Yaman dan berbagai negara yang lain. Diantaranya lagi adalah kematian yang meluas, angin yang menghancurkan serta menyapu bersih harta-harta, pohon-pohon, kapal-kapal dan sebagainya. Dan salju yang bahayanya tidak terhitung banyaknya. Juga bencana kelaparan, paceklik dan kemarau di berbagai negara. Semua di atas dan bencana-bencana serta musibah-musibah yang semacamnya yang dujikan Allah pada hambaNya adalah dengan sebab kekafiran, berpaling dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih bersifat tentang dunia dan kemewahannya yang bersifat pendek, berpaling dari akhirat dan tidak mau menyiapkan diri untuk akhirat kecuali hamba-hamba yang dirahmatiNya.

Jelaslah bahwa musibah-musibah dan selainnya mengharuskan hamba untuk segera bertaubat kepadaNya dari segala yang diharamkan Allah kepada mereka, segera patuh kepadaNya, berhukum dengan syariatNya, tolong menolong di dalam kebaikan dan taqwa, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Kapan saja hamba-hamba bertaubat kepada rabb mereka, tunduk padaNya, segera menuju keridhaanNya, tolong menolong di dalam kebaikan dan taqwa, dan memerintahkan kebaikan serta mencegah kemungkaran, pasti Allah memperbaiki keadaan mereka, menjaga mereka dari kejahatan musuh, memantapkan kedudukannya di muka bumi, menolongnya untuk mengalahkan musuh, menyempurnakan nikmatNya untuk mereka, dan akan memalingkan mereka dari siksaNya, sebagaimana Allah telah berfirman

Dzat yang paling benar perkataannya.

“Artinya : Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” [Ar-Ruum : 47]
“Artinya : Berdo’alah kepada rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” [Al-A'raaf : 55-56]
“Artinya : Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada rabbmu dan bertaubat kepadaNya (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat” [Al-Hud : 3]
“Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik” [An-Nuur : 55]
“Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 71]
Persiapkanlah diri dengan berbagai kebaikan sebelum maut (kematian) menjemput, sayangilah orang-orang yang lemah di antara anda, bantulah orang-orang yang fakir di antara anda, perbanyaklah untuk ingat dan minta ampun kepadaNya, saling memerintahkanlah pada kebajikan, dan saling melaranglah dari yang mungkar, niscaya anda semua menjadi orang-orang yang disayang (Allah), jadikan musibah-musibah yang mengenai orang selain yang disebabkan dosa dan kesalahan mereka sebagai pelajaran. Allah akan memberi taubat kepada orang yang mau bertaubat dan akan menyayangi orang yang berbuat kebaikan. Dan kesudahan yang baik (khusnul khatimah) hanyalah untuk orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa” [Hud : 49]
“Artinya : Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” [An-Nahl : 128]

Allah-lah Dzat yang diminta dengan nama-namaNya yang baik, dan sifat-sifatNya yang tinggi, agar Dia melimpahkan kasih sayangNya kepada hamba-hambaNya yang muslim, agar Dia memberikan kepahaman terhadap agama mereka, agar Dia menolong mereka dari musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka baik dari kalangan orang-orang kafir maupun munafiq, dan agar Dia menurunkan siksaNya pada mereka yang mana siksaNya tidak bisa ditolak dari (terkena) orang-orang yang berdosa. Sesungguhnya Dia-lah penolong serta yang kuasa terhadapnya. Shalawat serta salam mudah-mudahan terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, pengikut-pngikutnya yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat.

[Diterjemahkan oleh Muhyiddin Abu Yahya dari Kitab Wujubut Taubah Ilallah Wadh Dhara'ah Inda Nuzulil Mashaib]

Best Regards,

Eri Nuryaman

"S A L A M S E J A H T E R A"