Bismillahirrahmaanirrahiim...
Allahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa Aali Sayyidinaa Muhammad
Nabi Muhammad SAW adalah
nabi Ummat Islam di seluruh dunia. Beliau adalah Nabi akhir zaman. Penutup para
Nabi. Khotamun Nabiyyin. Tidak akan ada nabi yang akan diutus oleh Allah untuk
menyampaikan risalahNya setelah Nabi Muhammad. Jabir pernah bertanya kepada
Nabi Muhammad, ”Ya Rosulallah, Demi Ayah dan Ibuku, sampaikan pada saya tentang
sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT sebelum menciptkan yang
lain”. Nabi Menjawab, wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptkan Nur Nabimu
Muhammad SAW sebelum menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini. Dan segala
sesuatu di alam semesta ini adalah dari cahaya Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi
pernah bersabda, saya adalah Nabi yang diciptakan pertama kali dan diutus
paling akhir.
Pada tanggal 12 Robiul Awwal
1423 H tepatnya hari ini tanggal 15 Februari 2011 kita memperingati hari
kelahiran beliau. Nabi Muhammad lahir di kota Mekkah dan wafat di kota Madinah.
Beliau lahir dengan penuh keajaiban-keajaiban. Di antara yang saya ketahui
ketika lahirnya Nabi Muhammad seluruh pepohonan yang tidak pernah berbuah waktu
itu langsung berbuah, api yang tak pernah padam dan menjadi sesembahan warga
Majusi, ketika lahir nabi apa itu langsung padam. Ketika beliau lahir langsung
sujud kepada Allah SWT. Ada lagi ketika beliau lahir sang ibu tak merasakan
sakit sedikitpun. Tidak ada darah bercecer bekas melahirkan.
Makna Peringatan Maulid Nabi
Peringatan maulid adalah
upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tentu saja tidak hanya
mengingat hari lahir beliau. Tapi juga mengingat jasa-jasa beliau yang telah
menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia termasuk kepada kita. Ingat juga pada
sifat-sifatnya yang luhur budi, penyabar, rendah hati dan lain – lain. Sikapnya
yang tegas menyebarkan dakwah Islam patut kita teladani. Makna peringatan
maulid adalah menyegarkan kembali ingatan kita akan ajaran Nabi dan kita harus
siap untuk melaksanakannya.
Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita di kehidupan sehari-hari. Jika ada yang memperingati maulid dengan menyediakan makanan dan buah-buahan itu oke – oke saja dan tentu saja halal. Yang paling penting adalah niatnya. Karena segala sesuatu itu tergantung pada niat kita. Menyiapkan makanan dan buah-buahan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tentu sangat baik. Niatnya tentu saja adalah untuk memperbanyak sedekah kepada orang yang kita undang untuk peringatan maulid. Jika kita mampu mengapa kita tidak ajak orang berkumpul sambil membaca shalawat setelah itu menghidangkan makanan ala kadarnya sesuai dengan kemampuan.
Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita di kehidupan sehari-hari. Jika ada yang memperingati maulid dengan menyediakan makanan dan buah-buahan itu oke – oke saja dan tentu saja halal. Yang paling penting adalah niatnya. Karena segala sesuatu itu tergantung pada niat kita. Menyiapkan makanan dan buah-buahan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tentu sangat baik. Niatnya tentu saja adalah untuk memperbanyak sedekah kepada orang yang kita undang untuk peringatan maulid. Jika kita mampu mengapa kita tidak ajak orang berkumpul sambil membaca shalawat setelah itu menghidangkan makanan ala kadarnya sesuai dengan kemampuan.
Etika Merayakan Peringatan Maulid Nabi
Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id
Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin(l. 549 H. w.630 H.), menurut Imam
Al-Suyuthi tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran
Rasulullah SAW ini dengan perayaan yang meriah luar biasa. Tidak kurang dari
300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari
peringatan maulid ini.
Imam Al-Hafidz Ibnu Wajih
menyusun kitab maulid yang berjudul “Al-Tanwir fi Maulidi al-Basyir al-Nadzir”.
Konon kitab ini adalah kitab maulid pertama yang disusun oleh ulama.
Di negeri kita tercinta ini, meskipun tidak dapat disebut sebagai Negara Islam, banyak masyarakat yang merayakannya dan telah menjadi tradisi mereka. Pemerintah pun telah menjadikan peringatan ini salah satu agenda rutin dan acara kenegaraan tahunan yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara serta para duta besar negara-negara sahabat berpenduduk Islam. Hari peringatan maulid Nabi tekah telah disamakan dengan hari-hari besar keagamaan lainnya.
Di negeri kita tercinta ini, meskipun tidak dapat disebut sebagai Negara Islam, banyak masyarakat yang merayakannya dan telah menjadi tradisi mereka. Pemerintah pun telah menjadikan peringatan ini salah satu agenda rutin dan acara kenegaraan tahunan yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara serta para duta besar negara-negara sahabat berpenduduk Islam. Hari peringatan maulid Nabi tekah telah disamakan dengan hari-hari besar keagamaan lainnya.
Pendapat Ulama dan Silang pendapat mengenai perayaan Maulid Nabi
Hukum perayaan maulid telah
menjadi topik perdebatan para ulama sejak lama dalam sejarah Islam, yaitu
antara kalangan yang memperbolehkan dan yang melarangnya karena dianggap
bid'ah. Hingga saat ini pun masalah hukum maulid, masih menjadi topik hangat
yang diperdebatkan kalangan muslim. Yang ironis, di beberapa lapisan masyarakat
muslim saat ini permasalahan peringatan maulid sering dijadikan tema untuk
berbeda pendapat yang kurang sehat, dijadikan topik untuk saling menghujat,
saling menuduh sesat dan lain sebagainya. Bahkan yang tragis, masalah
peringatan maulid nabi ini juga menimbulkan kekerasan sektarianisme antar pemeluk
Islam di beberapa tempat. Seperti yang terjadi di salah satu kota Pakistan
tahun 2006 lalu, peringatan maulid berakhir dengan banjir darah karena dipasang
bom oleh kalangan yang tidak menyukai maulid.
Untuk lebih jelas mengenai
duduk persoalan hukum maulid ini, ada baiknya kita telaah sejarah pemikiran
Islam tentang peringatan maulid ini dari pendapat para ulama terdahulu. Tentu
saja tulisan ini tidak memuat semua pendapat ulama Islam, tetapi cukup ulama
dominan yang dapat dijadikan rujukan untuk membuat sebuah peta pemikiran.
Pendapat Ibnu Taymiyah:
Pendapat Ibnu Taymiyah:
Ibnu Taymiyah dalam kitab
Iqtidla'-us-Syirat al-Mustqim (2/83-85) mengatakan: "Rasululullah s.a.w.
telah melakukan kejadian-kejadian penting dalam sejarah beliau, seperti
khutbah-khutbah dan perjanjian-perjanjian beliau pada hari Badar, Hunain,
Khandaq, pembukaan Makkah, Hijrah, Masuk Madinah. Tidak seharusnya hari-hari
itu dijadikan hari raya, karena yang melakukan seperti itu adalah umat Nasrani
atau Yahudi yang menjadikan semua kejadian Isa hari raya. Hari raya merupakan
bagian dari syariat, apa yang disyariatkan itulah yang diikuti, kalau tidak
maka telah membuat sesuatu yang baru dalam agama. Maka apa yang dilakukan orang
memperingati maulid, antara mengikuti tradisi Nasrani yang memperingati kelahiran
Isa, atau karena cinta Rasulullah. Allah mungkin akan memberi pahala atas
kecintaan dan ijtihad itu, tapi tidak atas bid'ah dengan menjadikan maulid nabi
sebagai hari raya. Orang-orang salaf tidak melakukan itu padahal mereka lebih
mencintai rasul".
Namun dalam bagian lain di
kitab tersebut, Ibnu Taymiyah menambahkan:"Merayakan maulid dan
menjadikannya sebagai kegiatan rutin dalam setahun yang telah dilakukan oleh
orang-orang, akan mendapatkan pahala yang besar sebab tujuannya baik dan
mengagungkan Rasulullah SA. Seperti yang telah saya jelaskan, terkadang sesuatu
itu baik bagi satu kalangan orang, padahal itu dianggap kurang baik oleh
kalangan mu'min yang ketat. Suatu hari pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad
tentang tindakan salah seorang pejabat yang menyedekahkan uang 100 dinar untuk
membuat mushaf Qur'an, beliau menjawab:"Biarkan saja, itu cara terbaik
bagi dia untuk menyedekahkan emasnya". Padahal madzhab Imam Ahmad
mengatakan bahwa menghiasi Qur'an hukumnya makruh. Tujuan Imam Ahmad adalah
bahwa pekerjaan itu ada maslahah dan ada mafsadahnya pula, maka dimakruhkan,
akan tetapi apabila tidak diperbolehkan, mereka itu akan membelanjakan uanngnya
untuk kerusakan, seperti membeli buku porno dsb.
Pahamilah dengan cerdas
hakekat agama, lihatlah kemaslahatan dalam setiap pekerjaan dan kerusakannya,
sehingga kamu mengetahui tingkat kebaikan dan keburukan, sehingga pada saat
terdesak kamu bisa memilih mana yang terpenting, inilah hakekat ilmu yang
diajarkan Rasulullah. Membedakan jenis kebaikan, jenis keburukan dan jenis
dalil itu lebih mudah. Sedangkan mengetahui tingkat kebaikan, tingkat keburukan
dan tingkat dalil itu pekerjaan para ulama.
Selanjutnya
Ibnu Taymiyah menjelaskan tingkat amal solih itu ada tiga.
Pertama Amal sholeh yang masyru' (diajarkan) dan didalamnya tidak ada kemaruhan sedikitpun. Inilah sunnah murni dan hakiki yang wajib dipelajari dan diajarkan dan inilah amalan orang solih terdahulu dari zaman muhajirin dan anshor dan pengikutnya.
Kedua: Amal solih dari satu sisi, atau sebagian besar sisinya berisi amal solih seperti tujuannya misalnya, atau mungkin amal itu mengandung pekerjaan baik. Amalan-amalan ini banyak sekali ditemukan pada orang-orang yang mengaku golongan agama dan ibadah dan dari orang-orang awam juga. Mereka itu lebih baik dari orang yang sama sekali tidak melakukan amal solih, lebih baik juga daripada orang yang tidak beramal sama sekali dan lebih baik dari orang yang amalannya dosa seperti kafir, dusta, hianat, dan bodoh. Orang yang beribadah dengan ibadah yang mengandung larangan seperti berpuasa lebih sehari tanpa buka (wisal), meninggalkan kenikmatan tertentu (mubah yang tidak dilarang), atau menghidupkan malam tertentu yang tidak perlu dikhususkan seperti malam pertama bulan Rajab, terkadang mereka itu lebih baik dari pada orang pengangguran yang malas beribadah dan melakukan ketaatan agama. Bahkan banyak orang yang membenci amalan-amalan seperti ini, ternyata mereka itu pelit dalam melakukan ibadah, dalam mengamalkan ilmu, beramal solih, tidak menyukai amalan dan tidak simpatik kepadanya, tetapi tidak juga mengantarkannya kepada kebaikan, misalnya menggunakan kemampuannya untuk kebaikan. Mereka ini tingkah lakunya meninggalkan hal yang masyru' (dianjurkan agama) dan yang tidak masyru' (yang tidak dianjurkan agama), akan tetapi perkatannya menentang yang tidak masyru' (yang tidak diajarkan agama).
Ketiga: Amalan
yang sama sekali tidak mengandung kebaikan, karena meninggalkan kebaikan atau
mengandung hal yang dilarang agama. (ini hukumnya jelas).
Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: "Bid'ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah".
Pendapat Abu Shamah (guru
Imam Nawawi):"Termasuk yang hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini
adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah
s.a.w. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan
bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda
kecintaan kepada Rasulullah dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan
bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah s.a.w. kepada seluruh alam
semesta".
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam
kitab Fatawa Kubro menjelaskan:"Asal melakukan maulid adalah bid'ah, tidak
diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama, akan tetapi didalamnya
terkandung kebaikan-kebaikan dan juga kesalahan-kesalahan. Barangsiapa
melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka ia telah
melakukan buid'ah yang baik (bid'ah hasanah). Saya telah melihat landasan yang
kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah s.a.w. datang ke
Madina, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada haru Asyura, maka beliau
bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab:"Itu hari dimana Allah
menenggelamkan Firaun, menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu
semua. Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada
hari tertentu di situ terjadi nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari
mara bahaya, dan dilakukan itu tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa
dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca
al-Qur'an dll. Apa nikmat paling besar selain kehadiran Rasulullah s.a.w. di
muka bumi ini. Maka sebaiknya merayakan maulid dengan melakukan syukur berupa
membaca Qur'an, memberi makan fakir miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan
Rauslullah yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan amal sholih.
Adapun yang dilakukan dengan mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka
hukumnya dikembalikan kepada hukum pekerjaan itu, kalau itu mubah maka hukumnya
mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang baik maka
begitu seterusnya".
Al-Hafidz al-Iraqi dalam
kitab Syarh Mawahib Ladunniyah mengatakan:"Melakukan perayaan, memberi
makan orang disunnahkan tiap waktu, apalagi kalau itu disertai dengan rasa
gembira dan senang dengan kahadiran Rasulullah s.a.w. pada hari dan bulan itu.
Tidaklah sesuatu yang bid'ah selalu makruh dan dilarang, banyak sekali bid'ah
yang disunnahkan dan bahkan diwajibkan".
Imam Suyuti berkata:
"Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul,
membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai
perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama,
setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu
tergolong bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena
mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas
kelahiran Nabi Muhamad SAW yang mulia".
Syeh Azhar Husnain Muhammad
Makhluf mengatakan:"Menghidupkan malam maulid nabi dan malam-malam bulan
Rabiul Awal ini adalah dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, memperbanyak
syukur dengan nikmat-nikmat yang diturunkan termasuk nikmat dilahirkannya Rasulullah
s.a.w. di alam dunia ini. Memperingatinya sebaiknya dengan cara yang santun dan
khusu' dan menjauhi hal-hal yang dilarang agama seperti amalan-amalan bid'ah
dan kemungkaran. Dan termasuk cara bersyukur adalah menyantuni orang-orang
susah, menjalin silaturrahmi. Cara itu meskipun tidak dilakukan pada zaman
Rasulullah s.a.w. dan tidak juga pada masa salaf terdahulu namun baik untuk
dilakukan termasuk sunnah hasanah".
Seorang ulama Turkmenistan
Mubasshir al-Thirazi mengatakan:"Mengadakan perayaan maulid nabi Muhammad
s.a.w. saat ini bisa jadi merupakan kewajiban yang harus kita laksanakan, untuk
mengkonter perayaan-perayaan kotor yang sekarang ini sangat banyak kita temukan
di masyarakat"
Dalil-dalil yang
memperbolehkan melakukan perayaan Maulid Nabi S.A.W.
1. Anjuran bergembira atas rahmat dan karunia Allah kepada kita. Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: "Dengan
kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
QS.Yunus:58.
2. Rasulullah SAW sendiri mensyukuri atas kelahirannya. Dalam sebuah Hadits dinyatakan:
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم
"Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (H.R. Muslim, Abud Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah dan Baghawi).
3. Diriwayatkan dari Imam Bukhori bahwa Abu Lahab setiap hari senin diringankan siksanya dengan sebab memerdekakan budak Tsuwaybah sebagai ungkapan kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah SAW. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur'an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW.
Kesimpulan Hukum Maulid
Melihat dari
pendapat-pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapat-pendapat
ulama terdahulu seputar peringatan maulid adalah sebagai berikut:
1. Malarang maulid karena itu termasuk bid'ah dan tidak pernah dilakukan pada zaman ulama solih pertama Islam.
1. Malarang maulid karena itu termasuk bid'ah dan tidak pernah dilakukan pada zaman ulama solih pertama Islam.
2. Memperbolehkan perayaan
maulid Nabi, dengan syarat diisi dengan amalan-amalan yang baik, bermanfaat dan
berguna bagi masyarakat. Ini merupakan ekspresi syukur terhadap karunia Allah
yang paling besar, yaitu kelahiran Nabi Muhammad dan ekspresi kecintaan kepada
beliau.
3. Menganjurkan maulid,
karena itu merupakan tradisi baik yang telah dilakukan sebagian ulama terdahulu
dan untuk mengkonter perayaan-perayaan lain yang tidak Islami.
Jadi masalah maulid ini
seperti beberapa masalah agama lainnya, merupakan masalah khilafiyah, yang
diperdebatkan hukumnya oleh para ulama sejak dulu. Sebaiknya umat Islam
melihatnya dengan sikap toleransi dan saling menghargi mengenai perbedaan
pendapat ini. Tidak selayaknya mengklaim paling benar dan tidak selayaknya
menuduh salah lainnya.
Bahkan kalau dicermati,
sebenarnya pendapat yang melarang dan yang memperbolehkan perayaan maulid
tujuannya adalah sama, yaitu sama-sama membela kecintaan mereka kepada
Rasulullah s.a.w. Maka sangat disayangkan kalau umat Islam yang sama-sama
dengan dalih mencintai Rasulullah s.a.w. tetapi saling hujat dan bahkan saling
menyakiti.
HUKUM
MEMBACA SHALAWAT
1. Wajib.
a.
Hukum membaca shalawat ibrahimiyah itu
wajib (a) pada saat tahiyat akhir shalat. Baik shalat fardhu yang lima waktu
maupun shalat sunnah.
b.
Wajib membaca shalawat sekali seumur
hidup
c.
Wajib mengucapkan shalawat ketika mendengar
nama Nabi Muhammad disebut, menurut pendapat Imam Tahawi.
2.
Sunnah muakkad pada situasi di luar
shalat.
DASAR HUKUM SHALAWAT
1. Qur'an Al-Ahzab 33:56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
2. Hadits:
أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم عليّ صلاة
Artinya: Sebaik-baik manusia padaku
di hari kiamat adalah yang paling banyak membaca shalawat. (HR Tirmidzi)
3. Hadits:
البخيل من ذُكرتُ عندَه ثم لم يصلّ عليّ
Artinya:
Orang yang pelit adalah orang yang tidak mengucapkan shalawat saat namaku
disebut (HR Ahmad bin Hanbal dalam Musnad)
Secara
etimologis shalawat adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal shalah (الصلاة)
yang berarti doa (lihat: Al-Mu'jamul Wasith). Secara terminologis, shalawat
memiliki sejumlah pengertian antara lain sebagai berikut:
a.
Shalawat
dari Allah kepada manusia yang bermakna memberi rahmat seperti dalam QS
Al-Ahzab 33:43.
b.
Shalawat
dari malaikat kepada umat Islam (mukminin) yang bermakna permohonan ampun
malaikut untuk umat Islam.
c.
Shalawat
dari seorang muslim kepada muslim yang lain yang bermakna doa seperti dalam QS
At-Taubah 9:103.
d.
Shalawat dari manusia kepada Allah yang
bermakna ibadah khusus pada Allah dalam waktu dan cara tertentu sesuai syariah
seperti dalam QS Al-Kautsar 108:2.
Ibnu
Hajar al-Makki menyimpulkan makna shalawat sebagai berikut: shalawat dari Allah
berarti rahmat, dari malaikat dan manusia berarti doa atau permohonan rahmat
untuk Nabi Muhammad.[2]
KUMPULAN
SHALAWAT
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ
في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Artinya : Ya Allah , berilah kasih
saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Enfkau
memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan
berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana
Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk
makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Artinya: Ya Allah, limpahkanlah
shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada
junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat
terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat
terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan
berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada
keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak
bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.
SHALAWAT FATIH
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِمَا أَغْلَقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ, نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ الْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمَسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارُهُ عَظِيْمٌ
Artinya: Ya Allah curahkanlah rahmat
dan keselamatan serta berkah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang dapat
membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong
kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalanMu yang lurus.
Semoga Allah mencurahkan rahmat
kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya dengan
sebenar-benar kekuasaanNya yang Maha Agung.
Oleh Abul Hasan Asy-Syadzili
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النُّورِ الذَّاتِي وَالسِّرِّ السَّارِي فِي سَائِرِ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ عَدَدَ كَمَالِ الله وَكَمَا يَلِيقُ بِكَمَالِهِ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ عَدَدَ إِنْعَامِ الله وَأِفْضَالِهِ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نُورِ الأَنْوَارِ. وَسِرِّ الأَسِرَارِ. وَتِرْيَاقِ الأَغْيَارِ. وَمِفْتَاحِ بَابِ الْنَسَارِ. سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ. وَآلِهِ الأَطْهَارِ. وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ. عَدَد نِعَمِ الله وَأِفْضَالِهِ
Regards,