- BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM -
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat.
Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah
masyarakat yang rentan yang jauh dari kebenaran dan keselamatan, ibarat tubuh
penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan
bahkan tidak bisa diharapkan darinya sedikitpun kebaikan. Keberkahan suatu
masyarakat itu mempunyai syarat khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran
sehingga dengan mewujudkannya akan terwujudlah masyarakat yang mendapatkan
keberkahan, sebagaimana firman Allah:
Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96).
Ketika
kehidupan masyarakat suatu negeri berjalan secara sinergis antara unsur-unsur
pendorong dan pengekangnya, dengan bekerja di bumi sambil memandang ke langit,
terbebas dari hawa nafsu, menghambakan diri dan tunduk kepada aturan yang
berlaku yang diiringi niat yang ikhlas mencari dan meraih keridhaan Allah,
bukan hanya memenuhi kebutuhan perut dan nafsu, mengikuti kehendak atasan dan
golongan, dan bukan pula sekedar memperkaya diri dengan mememiskinkan negeri,
melainkan berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredhoi oleh Allah, maka
sudah tentu kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi
dengan kebaikan dan dinaungi dengan kebahagian. Berkah yang diperoleh bersama
iman dan takwa adalah berkah yang meliputi segenap pelosok negeri, setiap tugas
dan profesi, semua lini pemerintahan dan kehidupan.
Maka
sebaliknya, hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena
meninggalkan ajaran agama dan ayat-ayat Allah, melanggara hukum dan
perundang-undangan, menjamurnya maksiat dan kesesatan, yang menyebabkan
terperosoknya seseorang bahkan masyarakat ke dalam kubangan kemaksiatan,
menjadikan suatu negeri diluluh lantakan dan dihancurkan, ditimpa bencana yang
berkepanjangan, sehingga hilanglanglah kedamaian dan ketenangan dalam semua
lini dan sendi kehidupan. Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu
bukunya “Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala ‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan
beberapa bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat
yang akan membawa pada hilangnya keberkahan.
Diantara pengaruh buruk dosa dan kemaksiatan itu adalah:
Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan dan kebesaran Allah
dalam hati seseorang dan masyarakat.
Seorang
yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi bersungguh-sungguh mengagungkan
Allah. Kaki akan terasa malas dan berat untuk melangkah ke masjid dan
menghadiri pengajian, badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar
melaksanakan shalat subuh, telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al
Qur’an sebagai sumber kebenar, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu
bahkan bisa lebih keras darinya. Maka hilanglah rasa sensitive terhadap suatu
dosa, tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah disebut. Allah berfirman: "Kemudian setelah itu hati kalian
menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi daripadanya. Padahal di
antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di
antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh:
74)
Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.
Seseorang
yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa lagi. Bahkan ia
tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka
hilanglah kebaikan. Rosulullah saw bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”.
Maksud dari hadist ini adalah : bahwa semakin kuat rasa malu dalam diri
seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan demikian masyarakat
yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula dan penuh nuansa
kemanusiaan.
Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta menggantikannya
dengan bencana.
Allah swt.
selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka
berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman: Artinya : "Apakah mereka tidak
memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan
sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami
curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir
di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan
kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (QS. An-an’am: 6).
Keberkahan
yang kita inginkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan
terwujud hanya dengan teori-teori dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk
saling mengingatkan dan keinginan untuk mau mendengarkan dan menerima
kebenaran, serta adanya kepedulian untuk saling menghargai, saling mencintai,
saling membantu dan memenuhi hak dan kewajiban. Oleh sebab itulah Rasulullah
berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak kuah masakan untuk dibagikan
kepada tetangga-tetangganya. Maksud dari hadits adalah, kepedulian kepada tetangga
dan masyarakat dalam arti luas. Apabila seorang memiliki kelebihan rezeki
janganlah ia melupakan tetangga kiri dan kanan, mungkin di antara mereka ada
yang tidak memiliki makanan untuk hari itu, atau mungkin anaknya sedang sakit
namun ia malu meminjam uang untuk berobat. Bisa pula kepedulian ini dalam
bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya pendidikan. Siapakah yang
paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain tetangganya? Pentingnya
kepedulian ini sehingga di akhirat nanti Allah akan mempertanyakannya kepada
kita masing-masing hambaNya tentang kepedulian kita kepada sesama, Imam Muslim
dalam kitab shohihnya meriwayat hadist Qudsi:
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)
KESIMPULAN
1.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah
yang singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di
alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jalan
satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan
nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama
dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh
mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak
keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah
yang tak boleh dilalaikan apapun kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran,
menerapkan pengetahuan tentang islam yang sudah diketahui, mengendalikan nafsu
dari dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka Allah serta tidak melupakan
untuk saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan tetangga.
2.
Dosa dan maksiat bukan hanya minum khamar, berjudi,
berzinah, merampok, membunuh, menipu, korupsi, tetapi menjual keadilan,
memperdagangkan hukum dan perundangan, melindungi para pendosa, memicu
terjadinya konflik dan disintegarsi bangsa, membeberkan aib orang lain,
mempertontonkan aurat dan kehormatan, memamerkan kekayaan, pangkat dan jabatan,
ria dalam beramal, berburuk sangka, mengumpat dan mencela, meninggalkan
pekerjan dengan sengaja, membiarkan saudara seiman dalam kebodohan adalah
bagian lain dari dosa, yang dapat menyebabkan hilangnya keberkahan. Semoga
Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita bangsa yang mendapatkan keberkahan,
mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah yang terbaik dan dijauhkan dari
ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan.
Regards,
ERI NURYAMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar